Tiba-tiba aku kangen main congklak. Dulu waktu kecil, aku punya papan congklak dari kayu, biji congklaknya dari kerang yang sekarang aku perhatikan suka ditempel di atas sandal bali. Bunyinya tok tok tok, hitung satu sampai tujuh, seperti musik yang mengiringi masa kecilku. Tidak pakai buru-buru, mainnya pakai ketawa-ketawa, dan mungkin pakai ngegosip (waktu kecil, aku tidak kenal istilah gosip tapi secara tidak sadar, mungkin melakukan). Menang kalah juga tidak pakai hati, soalnya mainnya pakai irama, pakai hitungan. Menang kalah cuma formalitas. Yang berkesan bunyi biji congklak jatuh ke papan congklak. Simpel, gak pakai rumit. Tapi sayang, papan congklakku hilang kesapu banjir.
Kenapa ya aku tiba-tiba kangen main congklak?
Mungkin aku sekarang mainnya keruwetan.