tapi herannya saya bisa tahu sepatu mana yang lebih worth it dibeli. ditimbang dari estetikanya juga kenyamanannya. saya bisa super rewel kalau ada sedikit noda di sepatu. saya juga tahu sepatu mana yang lebih kaku (keras). kelancipan pointy shoes mana yang paling bagus (tidak terlalu lancip, juga tidak terlalu bulat). warna mana yang paling bagus untuk model sepatu tertentu. soal baju, saya bisa sedikit kompromi. soal sepatu, sulit, sangat pilih-pilih. makanya saya jarang-jarang beli sepatu. tidak hanya sepatu, saya bisa tahu ‘derajat’ keseksian Brad Pitt, Johnny Depp, Owen Wilson, dan Jude Law. saya bisa membedakan sumber keseksian mereka. setelah dipikir-pikir, kepekaan itu tergantung selera, tergantung apa kesukaan saya.
kira-kira tiga jam ‘mengeram’ di bioskop, saya tahu saya suka sekali film King Kong. teman saya berkomentar alur yang terlalu lambat. dan saya juga menyadari, bedanya saya tahu apa tujuannya (mengapa begitu). saya tahu gaya penyutradaraan Peter Jackson (ambil kesimpulan dari nonton trilogi LOTR yang termasuk film favorit saya, dan King Kong) seperti apa. menurut saya, keistimewaan Peter Jackson ada pada penonjolan karakter dan penggalian makna. hampir seluruh karakter dalam film-filmnya diberi kesempatan menunjukkan penonton kekhasan masing-masing sehingga karakternya kuat. Peter Jackson tidak ingin King Kong sekedar film ecek-ecek yang menawarkan special effect. oleh karena itu, ia menggunakan pelambatan alur, yang hebatnya (bagi saya) tidak membosankan, menggali ‘habis’ setiap adegan. setiap adegan harus ada maknanya, tidak hanya penyambung adegan berikutnya. kapan-kapan saya posting analisis saya tentang King Kong, dan jika sempat, sekalian dibandingkan dengan LOTR.