kembali pada rentetan buah jambu monyet di atas perisai rumahmu. aku terpaku dalam bayang merah jambu kaca jendela kamarmu dengan kamu mencorat-coret di baliknya dengan darah dari telunjukmu.
bukankah kamu menyayat dirimu dalam suka terlalu berlebih dan panjang? ingatkah kamu pada lembayung senja yang rawan? kamu selalu berkata ada saat seorang harus berduka atas suka. inikah dukamu?
mungkin aku tak mengerti, tapi aku melihatmu. kamu yang semakin memutih dan jendela yang makin merah.
lalu kamu tersenyum dan kamu memberi aku merah jambu yang terindah dan tak mungkin terlupakan dengan hati hancur remuk di dalam genggaman tangan seorang perempuan berkutang merah jambu.